Banyaknya pembelokan sejarah yang merugikan umat Islam khususnya Nahdlatul Ulama yang terjadi saat ini perlu disikapi secara serius. Banyak kalangan pemuda, bahkan kader Nahdlatul Ulama sendiri yang tidak mengerti betapa vitalnya posisi Nahdlatul Ulama dalam pendirian bangsa Indonesia, misalnya. Hal ini menyebabkan organisasi kita rentan fitnah dan parahnya para kader-kadernya tak mampu membela karena kekurangan informasi. Yang lebih megnenaskan adalah ketika kader-kader NU justru termakan propaganda dan ikut-ikutan kehilangan iman kepada organisasi.
Sejarah memang acapkali dianggap menu yang berat untuk dilahap. Berbagai kalangan lantas memilih dunia kreatif seperti pembuatan video atau bahkan film untuk membuat prasasti sejarah. Film “Sang Kyai” juga merupakan ikhtiar serupa ditengah dominasi film-film produksi barat dengan versi sejarahnya sendiri. FIlm ini mencoba membuka sejarah-sejarah yang kurang lengkap, khususnya mengenai Resolusi Jihad yang tak banyak dipandang sebagai salah satu tonggak penting perjuangan melawan penjajah. Padahal melalui resolusi jihad inilah, para kyai dan santri mengambil peran penting bahkan menjadi leader dalam upaya menghalau pendudukan penjajah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun hal itu tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah.
Kita ketahui kebutuhan mendasar sebagai pemuda adalah kemampuan mengatasi tantangan globalisasi. Hal ini tidak cukup dilakukan hanya dengan melihat tantangan kedepan yang semakain komplek, tetapi juga dibutuhkan pengetahuan masa lalu yang lengkap. Dengan begitu para pemuda bisa menyusun metode pensikapan yang teliti dan tepat untuk menghadapi berbagai persoalan yang datang. Selain itu, dengan pemahaman sejarah yang lebihpemuda akan dapat menghadapi tantangan sejarah yang sebenar-benarnya. Misalnya saja dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan, “Untuk apa NU didirikan?”, “Untuk apa ANSOR didirikan?” dan lain sebagainya. Tanpa pengetahuan sejarah, kita akan kebingungan menahkodai kapal besar yang sesuai dengan cita-cita para pendirinya. Bukan hanya tersesat dan terombang-ambing di tengah lautan zaman, malahan kita bisa salah arah sama sekali dan berhadap-hadapan pemikiran dengan organisasi sendiri.
Untuk itu sudah saatnya, Ansor memberikan porsi lebih tentang muatan sejarah dalam jenjang pengkaderannya. Bukan saja melalui kegiatan formal seperti PKD dan PKL, tapi juga bisa melalui kegiatan-kegiatan non formal dalam cangkrukan rutin. Penulis mengusulkan perlunya diadakan sekolah sejarah di berbagai tingkatan. Kegiatannya bisa didesain dengan halaqoh atau dialog-dialog sejarah. Dengan memberikan porsi yang lebih kepada muatan sejarah diharapkan yang Pertama, Kader Ansor lebih memiliki kedekatan historis dengan para pendirinya. Memiliki panggilan sejarah untuk memperjuangkan Agama, Bangsa dan Negara. Kedua, Kader Ansor memiliki militansi yang lebih karena memiliki dasar yang lebih kuat dalam memperjuangkan organisasi. Dan yang Ketiga, kader Ansor bisa membentengi organisasi tercinta dari segala hoax yang merugikan organisasi dan memberikan cerita kepada penerus dengan kisah-kisah yang dapat dipertanggung jawabkan.
Menjelang 1 Abad Nahdlatul Ulama, sudah saatnya kita terus memupuk optimisme sebagai pemimpin peradaban islam yang rahmatan lil ‘Alamin. Ansor Maju Satu Barisan. Bela Agama Bangsa dan Negeri.